Minggu, 17 April 2011

PROPOSAL PENELITIAN


HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PERSALINAN DENGAN TENAGA KESEHATAN DI DESA PELANGSIAN
TAHUN 2010
Kebijakan kependudukan di Indonesia (UU No. 10 Tahun 1992) diarahkan pada pembangunan penduduk sebagai sumber daya manusia yang merupakan kekuatan pembangunan bangsa yang efektif dalam rangka mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat yang berkualitas. Sebagai upaya strategis mewujudkan keluarga berkualitas adalah usaha pemeliharaan kesehatan ibu dan anak yang salah satu tujuannya adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2009 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. (SDKI, 2007)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori
1. Pendidikan
a. Pengertian
Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan secara tahap demi tahap, pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan bangsa yang berdasarkan pokok pada penciptaan kesejahteraan umum dan pencerdasan kehidupan bangsa kita, sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam alinea IV, pembukaan UUD 1945. Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. (Depkes RI, 2001)
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan sepanjang hidup dan segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. (Mudyaharjo, 2008)
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Pendidikan merupakan mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan. (Soekidjo, 2003)
Berdasarkan dictionary of education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana ia hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol sehingga dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. (Fuad, 2005)
Garis-garis Besar Haluan Negara 1973 menyebutkan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untukmengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan tidak hanya di pandang sebagai usaha pemberian informasi akan tetapi pendidikan mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. (Fuad, 2005)

b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
(http://jobschool09.blogspot.com, 2009)
Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia.
Kegiatan belajar dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan, menanamkan konsep dan keterampilan. (Tamsuri, 2007)
Dalam konteks pendidikan nasional, dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia yang berkualitas oleh karena itu pendidikan di kelompokkan sesuai dengan sifat dan tujuannya dalam sistem pendidikan nasional diantaranya adalah pendidikan sekolah. Jadi, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa. (Fuad, 2005)
Dari uraian dan pengertian pendidikan di atas disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh tanggung jawab membimbing anak-anak didik menjadi dewasa. Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang berjenjang, berstruktur dan berkesinambungan, sampai dengan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan sekolah mencakup pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan kedinasan, pendidikan, dan pendidikan keagamaan. Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan. Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di samping jenjang pendidikan itu dapat diadakan pendidikan prasekolah, yang tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar.

Bagan 2.1 Jenjang pendidikan formal










Sumber: Mudyaharjo, 2008
Pendidikan dilaksanakan dalam lembaga pendidikan dengan menggunakan penjenjangan yang terdiri dari:
1) Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Taman kanak-kanak merupakan pendidikan prasekolah yang mempunyai masa program belajar paling lama tiga tahun, menjelang anak berumur 7 tahun dan merupakan satu kesatuan. Pertumbuhan dasar seorang anak selama berumur pra sekolah (1–6 tahun) menentukan perkembangan lebih lanjut.
Sekolah dasar sebagai satu kesatuan dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun.
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberi bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun masyarakat. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pedidikan luar biasa.

2) Pendidikan menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun.
Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah umum dan sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah umum diselenggarakan dengan masa program belajar 3 tahun. Sekolah menengah umum terdiri dari sekolah menengah tingkat pertama (SMTP) dan sekolah menengah tingkat atas (SMTA). Khusus di SMTA menginjak tahun ke-2 diadakan penjurusan.
Sekolah menengah kejuruan diselenggarakan dengan masa belajar 3 tahun, jenjang ini terdiri dari sekolah menengah kejuruan tingkat pertama (SMKTP) dan sekolah menengah tingkat atas (SMTA).
3) Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mepersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam konteks pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Pendidikan tinggi mempunyai tujuan majemuk, dalam rangka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam, dan menampung calon mahasiswa yang minat dan kemampuannya berbeda-beda karena itu perguruan tinggi di Indonesia disusun dalam struktur multi strata.
Dalam rangka memelihara keseimbangan antara kualitas dan bahan studi antara jenis dan jenjang program diberbagai lembaga pendidikan tinggi dan antar program. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi mencakup jalur akademik (Sarjana, Magester, dan Doktor), maupun jalur profesional yang mempunyai jenjang diploma (D1, D2, D3. dan D4). (Fuad, 2005)
2. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau mengingatkan kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah sesorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni, indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Soekidjo, 2003)
Menurut WHO yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu disebabkan oleh faktor pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. (Soekidjo, 2007)
Menurut Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
1) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge).
2) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).
3) Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).
Terbentuknya suatu prilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek diluarnya. Sehingga menimbulkan pengetahua baru pada subjek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahuinya. Dengan pengetahuan seseorang dapat mengingat kembali tentang sesuatu yang dipelajari sebelumnya, sehingga dapat memperbaiki tindakan yang akan dilakukan.
Menurut (Arikunto, 1998) mengemukakan bahwa untuk mengetahui secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi 4 tingkatan:
1) Tingkatan pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%
2) Tingkatan pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%
3) Tingkatan pengetahuan kurang bila skor atau nilai 40-55%
4) Tingkatan pengetahuan buruk bila skor atau nilai <40%. (http://ajangberkarya.wordpress.com, 2008) b. Tingkatan pengetahuan Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan , yakni: 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension) Memahami di artikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mennggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsif, dan sebagainya dalam konteks atau stuasi yang lain. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dalam menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria. Pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penilaian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. (Soekidjo, 2003) c. Metode memperoleh pengetahuan Dalam upaya memperoleh pengetahuan dan memahami sesuatu, umumnya manusia melakukan satu atau lebih metode untuk memperoleh pengetahuan. Secara garis besar, ada empat metode untuk memperoleh pengetahuan. Keempat metode ini biasanya disebut sebagai metode memperoleh pengetahuan atau method of knowing, yaitu: 1) Tenacity Cara memperoleh pengetahuan yang dilakukan dengan sangat meyakini sesuatu, meski biasa jadi apa yang diyakini belum tentu benar. Keyakinan ini disebabkan karena hal yang diyakini tersebut belum terjadi. 2) Authority Metode memperoleh pengetahuan dengan mempercayakan pada pihak yang dianggap kompeten 3) A priory Metode memperoleh pengetahuan dengan menitik beratkan pada kemampuan nalar dan intuisi diri sendiri, tanpa pertimbangan informasi pada pihak luar. 4) Science Memperoleh pengetahuan dengan melakukan serangkaian cara-cara ilmiah, seperti mengajukan dugaan, pengujian dugaan, pengontrolan variabel, hingga atas pengetahuan yang diperoleh. Hal ini karena pada sciene telah dilakukan serangkaian uji coba sebelum akhirnya memperoleh pengetahuan berupa kesimpulan, yang mana pengujian-pengujian seperti ini tidak ditemukan pada ketiga metode sebelumnya. d. Kedudukan pengetahuan dalam prilaku Terbentuknya perubahan prilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Oleh sebab itu, perubahan prilaku dan proses belajar sangat erat kaitannya. Dimana perubahan prilaku adalah hasil dari proses belajar. Menurut Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu: 1) Awareness (kesadaran) Apabila ada stimulus pada seseorang (baik informasi, stuasi yang tidak menyenangkan, dan sebagainya), stimulus itu akan diterima melalui pancaindra sehingga menimbulkan kesan atau kesadaran pada diri individu. Pada tahap ini, manusia berada pada situasi sadar tehadap keberadaan sesuatu. Dalam arti orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu 2) Interest (minat) Kesadaran yang timbul pada diri individu dapat meningkat menjadi ketertarikan untuk mengetahui suatu informasi atau situasi lebih lanjut. Ketertarikan ini dapat distimulasi atau ditingkatkan melalui penyampaian informasi secara terus menerus dan dengan mengupayakan kesesuaian situasi atau informasi dengan minat dan kebutuhan individu. Keterkaitan akan semakin besar bila informasi atau situasi relevan dengan kebutuhan. 3) Evaluation (evaluasi) Setelah stimulus mengambil perhatian individu, individu akan menilai informasi yang diperolehnya. Pertimbangan ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya, nilai dan keyakinan, lingkungan, serta nilai informasi itu sendiri. Dalam arti individu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4) Trial (uji coba) Setelah informasi dinilai sebagai sesuatu yang baik, berguna, atau penting, individu kemudian akan menguji coba perilaku tersebut untuk membuktikan kebenaran, kebaikan, atau relevansi perilaku tersebut bagi dirinya. 5) Adoption (adopsi) Apabila individu mendapatkan pengalaman positif atau manfaat dari perilaku yang baru, individu akan berusaha menginternalisasi nilai tersebut dan mempertahankan perilaku tekait serta mengadopsinya menjadi perilakunya. Sebaliknya, bila perilaku baru tersebut dirasa tidak memberi manfaat atau merugikan dirinya, perilaku baru tersebut akan ditinggalkannya. Subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. (Tamsuri, 2007) 3. Penolong persalinan a. Pengertian Penolong persalinan adalah tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan pembantu bidan, dan perawat bidan) dan dukun bayi (terlatih dan tidak terlatih). (http://honey72.wordpress.com, 2010) Bidan merupakan salah satu petugas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Bidan telah diakui sebagai sebuah profesi dan untuk dapat dikatakan sebagai seseorang yang bekerja profesional, maka bidan harus dapat memahami sejauh mana peran dan fungsinya sebagai seorang bidan. Dalam menjalankan praktek profesionalnya wewenang bidan di atur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.900/ Menkes/SK/VII/2002. Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil/bersalin, nifas dan bayi baru lahir agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu. (Depkes RI, 2001) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke atas. (http://jhonrido.wordpress.com, 2009) b. Faktor prediktor perilaku pemilihan penolong persalinan Selain faktor pendidikan ibu hamil faktor-faktor berikut juga berpengaruh terhadap ibu bersalin dalam memlih penolong persalinan, antara lain: 1) Usia ibu Usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua (<20 tahun dan >35) tahun merupakan salah satu faktor prediktor pemilihan penolong persalinan, ibu yang usianya terlalu muda keadaan tubuhnya belum siap menghadapi persalinan apalagi kehamilan yang pertama sehingga untuk mengambil keputusan siapa penolong persalinan nantinya tidak begitu diperhatikan. Sedangkan di atas 35 tahun dengan usia yang relatif tua mengakibatkan ibu cendrung memilih persalinan dirumah dengan dukun bayi dari pada ke klinik bersalin.
2) Jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan
Menurut Nasrin (2001) salah satu penyebab keterlambatan ibu bersalin untuk mendapatkan pelayanan yang tepat adalah akibat jarak yang tidak terjangkau. Jarak terlampau jauh dan tidak tersedianya sarana transportasi menyebabkan ibu hamil memilih persalinan di rumah dengan bantuan dukun, sehingga apabila mengalami komplikasi saat persalinan tidak segera mendapatkan pertolongan yang memadai. Hal ini sering menyebabkan kematian ibu dan bayi.


3) Pendidikan
Pendidikan ibu juga merupakan faktor prediktor pemilihan persalinan. Di mana pendidikan merupakan cara memperoleh pengetahuan dan berpengaruh dalam prilaku seseorang. Seperti halnya dalam pemilihan pertolongan persalinan apabila ibu hamil memiliki pengetahuan dan informasi yang luas tentang bahaya persalinan, maka ibu tersebut akan berpikir secara real untuk melahirkan dengan tenaga kesehatan dengan mempertimbangkan bahaya yang terjadi bila terjadi kegawatdaruratan dan begitu juga sebaliknya untuk ibu yang memiliki pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pengetahuannya.
4) Pendapatan keluarga
Berdasarkan laporan akhir UNICEF Juli 1999 hampir 24% dari seluruh penduduk Indonesia atau hampir 50 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Enam puluh persen dari ibu hamil kekurangan zat besi/anemia. Hal ini menunjukkan sebagian besar pendapatan penduduk Indonesia masih rendah. Sehingga mengurangi akses keperawatan kesehatan, karena pada masyarakat miskin pedesaan rata-rata pengeluaran per harinya kurang dari Rp.5000,00. Kondisi ini berpengaruh terhadap pemilihan pertolongan persalinan yaitu persalinan yang ditolong oleh NAKES sebesar 38,5% tahun 1992 dan 43,2% tahun 1997. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar persalinan masih ditolong dukun bayi (Dursin, 2000)

5) Biaya persalinan
Mahalnya biaya persalinan dan alasan kenyamanan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sebagian besar ibu hamil lebih memilih melahirkan dirumah dengan pertolongan dukun dibandingkan pertolongan oleh Tenaga Kesehatan.
6) Pengambilan keputusan kolektif dalam keluarga
Pada kenyataannya banyak kasus ibu melahirkan sering disebabkan oleh keterlambatan suami dalam mengambil keputusan rujukan kepelayanan kesehatan. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa peran suami sangat dominan dalam penngambilan keputusan, sehingga pengaruh terhadap akses dan kontrol terhadap sumber daya yang ada. Dengan demikian ibu hamil perlu mempunyai keberanian dan rasa percaya diri untuk berpendapat menentukan penolong persalinan professional yang diinginkan (Susana, 2000; Mercy, 2003)
7) Keberhasilan pertolongan persalinan sebelumnya
Menurut dinas kesehatan (1999) dan Djaswadi, dkk (2000) selain faktor usia, ibu hamil yang pertama kali dan ibu yang telah hamil lebih dari tiga kali mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi bila mengalami komplikasi obstetric. Menurut Read (1959) dan Hudono (1979), ketakutan merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa nyeri pada persalinan yang seharusnya tanpa rasa nyeri. Akibat rasa takut dapat mempunyai pengaruh terhadap lancarnya his dan pembukaan. Hal ini biasanya dialami oleh wanita yang mempunyai pengalaman tidak menyenangkan dalam kehamilan sebelumnya. Dengan demikian urutan kelahiran keberhasilan persalinan sebelumnya sangat berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan pada anak berikutnya. Oleh sebab itu untuk kehamilan yang berisiko besar disarankan agar ditangani oleh NAKES yang profesional dengan peralatan yang lebih lengkap.
c. Bentuk pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan atau bidan merupakan pelayanan yang berdasarkan standar. Menurut standar pelayanan kebidanan, bahwa bentuk pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (bidan) meliputi:
1) Standar asuhan persalinan kala satu
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan ibu selama persalinan berlangsung. Bidan juga melakukan pertolongan proses persalinan dan kelahiran yang bersih dan aman dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi setempat. Disamping itu, ibu diijinkan memilih orang yang akan mendampinginya selama proses persalinan dan kelahiran.
2) Standar asuhan persalinan kala dua yang aman
Bidan melakukan pertolongan persalinan bayi dan plasenta yang bersih dan aman dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi setempat. Di samping itu, ibu diijinkan memilih orang yang akan mendampinginya selama proses persalinan.
3) Standar penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
Membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek waktu persalinan kala tiga, dan mencegah terjadinya atonia uteri dan retensio plasenta. Di mana bidan secara rutin melakukan penatalaksanaan aktif kala tiga.
4) Standar asuhan persalinan kala empat
Asuhan persalinan kala empat atau penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan. Dimana bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi paling sedikit 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI. (Depkes RI. 2001)
4. Hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan
Makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyrakat dan kebudayaan. Di mana pendidikan merupakan behavioral investment atau jangka panjang yang dapat dilihat beberapa tahun kemudian yang menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat.
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu berada. Di mana pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa. Dari uraian dan pengertian pendidikan di atas disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) untuk dengan penuh tanggung jawab membimbing anak-anak didik menjadi dewasa.
Pendidikan tidak hanya sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukkan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu, sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Pengetahuan atau kognitif menurut Notoatmojo (1997) mencakup semua tingkatan yaitu; tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkatan dalam pengetahuan ini akan memberi gambaran sejauhmana tingkat pengetahuan masyarakat tersebut. Suatu pengetahuan yang kita peroleh berasal dari pendidikan formal maupun nonformal, serta dari pengalaman itu sendiri.
John Dewey (1997) bahwa melalui pendidikan seseorang akan mempunyai kecakapan, mental dan emosional yang membantu seseorang untuk dapat berkembang mencapai tingkat kedewasaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin bertambah pula kecakapannya, baik secara intelektual maupun emosional serta semakin berkembang pula pola pikir yang dimilikinya. Tersebut, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula pola pikir dan kemampuannya menerima informasi baru, sehingga semakin banyak pengetahuan yang diperolehnya.
B. Kerangka teori
Pengetahuan atau knowledge merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Menurut Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dalam dictionary of education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol sehingga dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. (Fuad, 2005)
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu berada. Dalam hal ini tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan pertolongan persalinan, faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap pemilihan pertolongan persalinan adalah pengetahuan ibu tentang resiko kehamilan dan persalinan, sikap terhadap ANC, jarak kepelayanan kesehatan, pendapatan keluarga, biaya persalinan, dan pengambilan keputusan kolektif dari keluarga.
Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan pembantu bidan, dan perawat bidan) dan dukun bayi (terlatih dan tidak terlatih). Petugas kesehatan seperti bidan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Berbagai macam faktor yang mempengaruhi pemilihan penolong persalinan pendidikan, usia ibu hamil, jarak tempat tinggal kepelayanan kesehatan, pendapatan keluarga, biaya, pengambilan keputusan yang kolektif, dan keberhasilan pertolongan persalinan sebelumnya.








Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan kerangka teoritis berikut ini:
Bagan kerangka teori 2.2





















C. Kerangka konsep
Bagan 2.3 Kerangka konseptual








Variabel X Variabel Y

D. Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu hamil tentang persalinan dengan tenaga kesehatan.
Ha : Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu hamil tentang persalinan dengan tenaga kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar